Nama saya Mustofa.
Saya berumur 27 tahun. Saya tinggal di Desa Siberuk Kecamatan Tulis. Saya
bekerja sebagai guru tidak tetap di SD di kampung saya. Awalnya saya mengenal
Maryam, nama lengkapnya Siti Maryam tanpa sengaja lewat HP. Maryam adalah teman
adik saya yang bernama Nafisah. Kebetulan adik saya adalah teman sekelas saat
di MTs dulu. Mereka kenal baik. Maryam tinggal di sebuah desa terpencil yang
bernama Desa Durenombo Kecamatan Subah.
Saya kenal Maryam
karena dia sering menghubungi adik saya ketika dia pulang dari pondok pada saat
liburan. Kebetulan HP Cuma ada satu di rumah kami. HP saya pegang sendiri. Dulu
Maryam minta no HP adik saya. Dia sering telpon adik saya. Dan saya pun sering
yang mengangkat telpon karena memang HP saya yang pegang, Cuma sesekali
dipinjam adikku. Dari situ saya mulai kenal dengan yang namanya Siti Maryam.
Dan dari pembicaraan lewat telpon itu pulalah kami mulai jatuh cinta. Awalnyha
saya tidak percaya Maryam menyatakan cinta sama saya. Tapi setelah saya datang
ke rumahnya ternyata memang benar dia tidak bohong kalau dia sayang sama saya.
Sejak saat itu saya
dan Maryam jadian, komitmen untuk menjalin hubungan pacaran seperti layaknya
anak muda-mudi yang saling cinta. Selama masa pengenalan, masa ta’aruf, masa
saling kenal kepribadian masing-masing kami sempat jalam bareng. Saya masih
ingat ketika itu saat Hari Raya Idul Fitri tahun 2009. Itu pertama kali saya
nekat ngajak Maryam keluar padahal saat itu suasana silaturahmi. Pertimbangan
saya saat itu Bapaknya Maryam Tidak curiga dengan kami kalau kami keluar dan
Bapaknya tahunya Maryam keliling silaturahmi dengan teman-teman sekampungnya.
Saya dan Maryam akhirnyapun keluar jalan, namun sebelumnya kami janjian ketemu
di rumah kakaknya yang bernama Paruddin. Dan kakaknya mengizinkan kami jalan
keluar. Kami pergi keluar sampai sore. Karena pulang sampai sore, Maryam
dimarahi sama Bapaknya. Tidak biasanya Maryam seharian keluar. Sejak saat itu
saya dan Maryam tidak bisa lagi pergi keluar. Keluarga Maryam adalah keluarga
santri keluarga pondokan. Bapaknya dipercaya sebagai sesepuhnya Desa Durenombo.
Bapaknya Maryam sering menasehati tetangga-tetangganya. Itu alasanya kenapa
Maryam tidak boleh sering keluar. Apa jadinya jika Maryam sering keluar sama
laki-laki yang bukan muhrimnya. Tentu tetangganya juga kurang percaya lagi
sama Bapaknya. Makanya Bapaknya
hati-hati dengan pergaulan anaknya.
Waktu demi waktu
berjalan tanpa terasa kami menjalin hubungan asmara. Meskipun hanya lewat
telpon dan kadang saya maen ke rumahnya. Dan maryam juga harus kembali ke
pondokannya di daerah Limpung. Setelah kami kenal beberapa bulan lamanya,
akhirnya saya memutuskan untuk mengikat Maryam dan akhirnya kami bertunangan. Saya
bertunangan tepat seminggu setelah adik saya Nafisah menikah.
Sejak bertunangan
dengan Maryam, saya pun diizinkan Bapaknya Maryam pergi keluar mengajak Maryam
tetapi pesan Bapak Maryam jangan terlalu sering pergi keluar. Kadang setiap dua
minggu sekali saya mengajak Maryam Jalan-jaln keluar. Tempat-tempat yang biasa
kami kunjungi seperti: Ujung Negoro, Pagilaran, Pasir Kencana, dan Wonobodro.
Di tempat-tempat itulah kami sering bersama dan bercanda ria.
Selama menjalin
hubungan pertunangan seperti halnya yang lainnya kamipun tidak lepas dari
permasalahan dan pertengkaran sesekali. Itu wajar yang namanya menjalin
hubungan kadang rukun kadang bertengkar
kadang senang kadang sedih. Dan pada akhirnya kami baikan kembali.
Karena lam kami
sudah menjalin hubungan pertunangan maka akhirnya saya mulai serius ingin
menikahi Maryam. Jika dihitung saya dan Maryam menjalin hubungan dari pacaran
sampai tunangan selama setahun lebih, kurang lebih setahun setengah.
Saya dan Maryam
akhirnya menikah. Kami menikah pada tanggal 19 Maret Hari Sabtu.Tahun 2011.
Selama proses pernikahan dari akad sampai selesai tidak ada halangan dan
berjalan lancar-lancar saja. Ketika prosesi foto-foto Maryam mulai menunjukkan
keanehan. Sesekali dia menolah berfoto secara mesra. Bahkan juru fotonya merasa
janggal dengan kejadian tersebut. Kemudian pada saat Maryam dan saya melakukan
adat Jawa lempar suruh, dia begitu tidak semangat. Dia melempar suruh ke arah
saya tetapi tidak mengenai saya. Sedangkan saya melempar suruh tepat mengenai
dia. Saya berfirasat buruk saat itu dan saya bertanya-tanya kenapa dia kurang
semangat tidak seperti biasanya. Kemudian pada saat ganti baju nikah Maryam
tidak ingin saya berada satu kamar dengannya alasannya malu. Aneh memang,
padahal saya adalah suami Maryam. Kenapa dia harus malu. Orang-orang yang
berada di sekitar juga heran dengan sikap Maryam yang seperti itu.
Akhirnya kejadian
yang sangat tidak saya duga sebelumnya terjadi. Ketika malam pertama, ketika
saya dan Maryam berada dalam satu kamar, Maryam merasa ketakutan melihat saya.
Seakan-akan dia melihat makhluk yang mengerikan. Dia menangis di kamar, dia
duduk di bawah tempat tidur sambil menangis. Saya tidak tahu kenapa terjadi
hal-hal yang aneh di malam itu. Melihat Maryam yang ketakutan sambil dia bilang
“Mas aku wedi,
yakin aku wedi, aku gorong siap, aku wegah aku wegah”
Setiap kali saya
mendekati Maryam dia semakin menangis dan bilang takut sama saya. Saya pun
akhirnya membujuk dia, menenangkan dia supaya kembali ke tempat tidurnya dan
akhirnya dia mau kembali. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya. Di saat
malam pertama, di mana pengantin baru merasakan kebahagiaan. Tetapi tidak
berlaku pada saya. Saya harus tidur terpisah dengan istri saya. Saya tidur di
lantai dan istri saya tidur di tempat tidur. Meskipun dalam satu kamar tetapi
kami tidak tidur bersama.
Dan pagipun tiba.
Semalaman saya tidak tidur. Saya berusaha tidur tetapi saya meskipun berusaha
memejamkan mata tetapi entah kenapa saya tidak bisa tidur. Pagi hari Maryam
tidak menunjukkan keanehan. Dia melayani saya sebagai suaminya. Cuma kadang dia
masih berfikiran seperti anak-anak padahal umurnya sudah 19 tahun. Pagi itu dia
sama sekali tidak pengertian terhadap saya. Saya mencuci baju sendiri. Sama
sekali dia tidak melarang saya dan mencucikannya. Saat itu dalam hati saya,
saya hanya bisa berkata dalam hati, sabar... sabar... Mustofa... semoga Allah
membukakan pintu hatinya Maryam, amin...
Menjelang magrib
Maryam mengajak saya keluar. Dia saat itu mau membayar hutang ke sebuah warung
di kampungnya karena paginya dia beli sandal dan sampo tetapi tidak ada uang
kembaliannya sehingga sementara hutang. Ketika mau keluar bersama Maryam Bilang
“Mas yuk medal
sareng.. kulo badhe nyarutang sandal kaleh sampo. Njenengan badhe sholat ten
Masjid nopo?”
Kemudian saya
menjawab
“geh dik,
“Mas mangkeh kulo
entosi ten pertigaan menawi njenengan sampun sholat”
“Mboten usah dik,
mangke mas wiridan radi dangu. Sampeyan langsung wangsul mawon geh” jawab saya
“geh mpun, mangke
kulo badhe ten griyone mbak Tumi, njenengan menawi badhe kepanggeh kulo,
njenegan langsung ten gene mbk Tumi mawon geh mas, sahur Maryam.
“geh mpun dik nek
ngoten”, jawab saya
Setelah sholat dan
wiridan saya dengan tenang pulang ke
rumah . di rumah saya langsung darus Al Qur’an sampai menjelang Isya’.
Tiba-tiba Mas Yamel, kakaknya Maryam dengan suara panik tanya sama saya
“Mus, Maryam nang
ngendi?”
Saya jawab “ Wau
sanjang kaleh kulo terose badhe ten Mbk Tumi mas”
“lha aku nembe kadi
kono mus”
“nopo geh si mas,
ya Allah lha Maryam ten pundi geh?”
“coba mus Maryam
Ditelpon!”
“geh mas” jawab
saya.
Setelah saya telpon
ternyata HP nya sudah tidak aktif. Saat itu kami sekeluarga panik dan sedih
terutama saya sebagai suaminya benar-benar shock. Kemudian saya dan keluarga
serta tetangga mencari Maryam di seluruh penjuru kampung tetapi sia-sia karena
kami tidak menemukan keberadaan Maryam. Karena tidak menemukan Maryam di
sekitar kampung, maka kakak-kakanya maryam berusaha mencari maryam ke laen desa
sekitar seperti : Gepret, Adinuso, Sengon, Clapar, Subah dan sebagainya tetapi
belum juga ketemu. Akhirnya kami hanya bisa pasrah. Kami tidak tahu Maryam
pergi sama siapa. Suasana di rumah penuh dengan tangisan. Begitupula dengan
saya, saya sangat terpukul sekali. Saya tidak percaya Maryam bisa berbuat sekejam
itu sama saya. Dia menghianati saya. Semalaman dia minggat tanpa pamit dengan
laki-laki lain yang tidak aku kenal. Selama ini dia telah selingkuh menjalin
hubungan dengan laki-laki lain. Malam itu saya bener-bener tidak bisa berfikir,
tidak bisa berbuat apa-apa, saya tidak tenang, saya tidak ikhlas istri saya
dibawa kabur oleh laki-laki lain. Betapa hatiku teriris tercabik-cabik Istri
yang sangat saya cintai dan saya sayangi pergi minggat dengan laki laki lain.
Saya hampir tidak bertenaga, saya lemas rasanya mau jatuh pingsan. Keluarga
istri saya berusaha menghibur saya dan menenangkan saya.
Semalaman saya
tidak tidur lagi, selama dua malam. Malam pertama dan malam kedua setelah
pernikahan. Pagipun tiga, tak sengaja saya telpon Maryam. HP nya sudah aktif
lagi. Tetapi ketika saya telpon tidak diangkat. Kemudian kakaknya Maryam
meminta teman sekampung Maryam untuk menelpon Maryam, alhamdulillah diangkat
telponnya. Sempat terjadi komunikasi. Karena Maryam sudah bisa diajak berbicara
meskipun lewat telpon. Akhirnya kakaknya Maryam berinisiatif berbicara dengan
Maryam.
“Yam, tolong
sampeyan Bali! Opo sampeyan ora melas karo Mustofa Bojomu, ora melas Pa’e Ma’e?”
“Wegah, aku ora
seneng karo Mustofa, aku senenge karo Sidol”
Mendengar
pembicaraan mereka di telpon, hati saya semakin hancur berkeping-keping. Saya tidak
menyangka pada akhirnya terjadi hal seperti itu. Saya bertanya tanya di dalam
hati saya, kenapa Maryam baru bilang tidak suka dengan saya setelah menikah. Sungguh
nasi sudah menjadi bubur. Sia-sia dan tidak mungkin dikembalikan menjadi nasi
lagi. Setelah mendengar pembicaraan mereka di telpon kemudian saya mengirim
pesan sms kepada Maryam,
“Dik, sampeyan tego
temen karo aku, bojomu. Sampeyan nangopo baru bilang ora seneng karo aku
setelah nikah, aku ora ngerti, aku rasane koyo pa mati, sampeyan tego, sampeyan
kejem.”
Kemudian Maryam
menjawab,
“Asline aku wes ora
seneng karo sampeyan wes suwe. Wes sampeyan ora usah ngurusi aku.”
Membaca balasan sms
Maryam, saya langsung menangis. Bayangan saya langsung ke orang tua saya. Ya
Allah, kasihan sekali orang tua saya jika mendengar anaknya di sini begini
nasibnya. Saya berkata dalam hati. Saat itu
saya tidak semangat lagi hidup, saya lemas sekali tak bertenaga. Saya hanya
bisa terbaring di kamar. Tidak enak makan, tidak ingin apa-apa. Saya sempat mau
pingsan. Dan saat itu kakak Maryam memanggil seorang bidan desa untuk memeriksa
kondisi saya. Saya disuntik, diberi vitamin dan obat.
Menjelang sore
hari, ada kabar dari salah seorang ustad pondok mendapati Maryam berada di
Kompleks pondok tempat dulu Maryam mondok. Karena merasa curiga kenapa
penganten baru keluar rumah sendirian tidak didampingi suaminya. Kemudian Ustad
tadi akhirnya menelpon keluarga Maryam. Atas informasi ustad tadi akhirnya
keluarganya Maryam menjemput Maryam. Maryam saat itu memberontak tidak mau
pulang. Kemudian dia dipaksa pulang. Sempat dia teriak-teriak seperti anak
kecil. Meskipun demikian akhirnya Maryam bisa diajak pulang. Saya dan Maryam
sementara dipisah untuk kebaikan. Sambil nunggu Maryam kondisinya stabil. Selama
tiga hari saya tinggal sementara di rumah kakaknya. Setiap malam setelah
selesai sholat isya’ saya diberi minum obat tidur sehingga ketika itu pula saya
tidak tahu langsung terlelap tidur dan bangun pagi.
Karena cuti SD
sudah habis dan saya harus pulang kerumah orang tua saya dan besoknya saya
sudah mulai mengajar di SD. Kemudian saya minta izin kepada keluarga dan
kakanya pulang ke rumah. Ketika sampai di rumah orang tua saya, ternyata orang
tua saya sudah mendengar berita minggatnya Maryam. Orang tua saya sangat
terpukul sekali dan mengangis sedih. Suasana keluarga saya penuh dengan
kesedihan. Sejak saya di rumah orang tua saya, keluarga saya, kerabat saya,
teman-teman saya tidak ikhlas saya
diperlakukan seperti itu. Semuanya marah dan tidak terima. Selama di rumah
orang tua saya, saya pergi ke sana kemari meminta saran, masukan, saya
konsultasi dengan teman-teman dan orang-orang yang saya percayai. Dalam keadaan
yang masih shock, sedih, lemas, bingung mau tidak mau saya harus ambil
keputusan. Setelah saya pertimbangkan masak-masak akhirnya saya bertekad pisah
dengan Maryam, istri saya yang saya sayangi..
Setelah seminggu
kemudian Maryam dan keluarganya datang ke rumah saya. Mereka bermaksud meminta
maaf dan ingin mengajak saya pulang ke rumah istri saya ke Desa Durenombo. Tetapi
saya sudah bertekad bulat tidak ingin hidup bersama istri saya lagi. Mendengar pernyataan
saya, Maryam dan keluarganya tidak dapat menahan tangisnya. Maryam langsung
menangis sejadi-jadinya... Saya pun yang biasanya tidak pantas menangis saat
itu tidak kuat menahan tangis, kami berdua sama-sama menagis di depan dua keluarga.
Saya memeluk maryam untuk kali yang pertama. Saya ajak dia ke kamar, saya
tenangkan dia. Saya bilang pada Maryam,
“Dik, ngapuntene,
maafe, aku ora biso bareng karo sampeyan maneng, sampeyan wis ngomong asline
ora seneng karo aku, daripada sampeyan tertekan lebih baik kita pisah. Wis jelas
mas mireng ditelpon, di sms, memang sampeyan ora seneng karo aku, sampeyan
senenge sidoel. Sampeyn wis tego karo aku, sampeyan wis menghianati aku bojomu
dhewe.”
Maryam menyahut,
“Mas yakin maafe,
aku we ora sadar, aku digawe-gawe wong, bar dhewe tunangan aku wes ora kimutan
sampeyan, atine aku peteng mas, mas ayo bali neng durenombo maneng, maafe aku
yo mas...”
“Maafe dik sekali
lagi maaf. Keputusan mas sudah bulat. Mas wis ora bisa bermah tangga maneng
karo sampeyan. Sampeyan terima keputusane mas. Sementara kita pisah. Kalo
memang Allah menjodohkan kita, insya Allah bakal ketemu lagi. Mas tidak benci,
tidak dendam, tetep seduluran ojo pedhot. Sampeya silahkan mampir ke rumah mas
nek pingin dulan. Tetep silaturahmi dik.”
Setelah saya
berhasil menenangkan Maryam, akhirnya kami berdua keluar dari kamar dan
menjelaskan semuanya kepada dua keluarga, yaitu keluarga Maryam dan keluarga
saya sendiri. Keputusan saya sudah bulat, saya ingin bercerai dengan Maryam.
Maryam dan keluarganya akhirnya menerima keputusan saya dan keluarga saya
meskipun berat dan mereka tidak bisa membayangkan lagi kenapa akhirnya kami
bener-bener berpisah. Kembali banjir tangisan. Kemudian Maryam dan keluarganya
pulang ke rumahnya. Dan sampai sekarang saya sudah tidak bertemu Maryam lagi. Selama
sembilan bulan lamanya saya berpisah dengan Maryam. Bayangan Maryam masih
terlintas di pikiranku, kadang saya masih tidak percaya pada akhirnya saya
harus berpisah dengan Maryam. Saya sangat mencintai Istri saya Maryam tetapi
dia telah menghianatiku, dia telah menghancurkanku. Saya harus ikhlas berpisah
dengan Maryam. Hanya ada satu jawaban dari Allah bahwa Maryam bukanlah
jodohku....
Labels:
berita
Thanks for reading Kisah Tragis : Menikah selama 2 hari 1 malam. Please share...!
hadeeeeeeeeeee... ceritanya panjang dan mengharukan mas...
ReplyDeletematurnuwun geh sampun mampir....thanks atas simpatinya
ReplyDeleteSya jdi ikut sediihh.. Seddihhh.. Sekali.. (Maaf Bkn krna crita,a) tpi gak ngrti bahasa,a.....
ReplyDeleteWkwkwkwk
ReplyDelete